Aini. Kalo denger nama itu khayalanku selalu melayang kemana-mana. Membayangkan sosok seorang wanita 30 tahun dengan tinggi semampai dan bodi yang padat berisi. Pinggulnya lumayan besar dan ukuran dadanya juga cukup bikin sesak nafas. Apalagi gayanya kalau ngomong selalu terkesan genit dan manja, membuat bayangan-bayangan ngeres jadi setan dalam kepala. Wah, pokoknya aku sendiri nggak pernah menyangka kalo dikantor ternyata punya temen seperti dia. Memang sih anaknya baik, care banget sama temen-temennya. Kalo ada yang sakit, selalu dia yang jadi koordinator bezuk. Kalo ada yang ultah, selalu dia yang duluan inget en ngasih selamat. Belum lagi kadonya, biarpun sederhana tapi perhatiannya itu lho! Wah pokoknya asyik. Kalo dia lagi cuap-cuap diudara sesuai profesinya sebagai penyiar, selalu saja banyak pendengar pria berbondong-bondong pengen mengudara, minta dilayani suaranya yang empuk, seempuk dadanya, hehehe! Seperti sekarang misalnya. Nggak tau kenapa tiba-tiba khayalanku tentang Aini melambung tinggi. Jadi pengen melampiaskannya langsung, abis dia seksi abis bo! Pas subuh tadi dia udah dateng dengan penampilannya yang seger dan menawan. Mungkin gara-gara tiap hari ketemu dan ngerasain kegenitannya itu, sekarang ini sering aku nggak bisa nguasai diri. Masih untung cuma sabun di kamar mandi yang jadi pelampiasan. Coba kalo langsung orangnya, bisa nggak ya? Yang jelas, pas dia dateng ternyata langsung ngedeketin,”Kiii, aku ada perlu sama kamu. Sini deh.” wah, ada apa ini, batinku. Tapi aku tetep ngikutin dia. Eh ternyata dia langsung nurunin tangga dan balik menuju ruang resepsionis. Padahal tadi dia kan barusan naik. Udah gitu ruang resepsionis masih gelap. Tau-tau Aini berbalik, dia menarik tanganku untuk duduk di kursi sofa. Kebetulan tempatnya agak mojok di ruangan, jadinya makin nggak kelihatan. Dan lagi aktivitas orang-orang bisa kelihatan tanpa kita bisa terlihat. Maklum masih subuh. “Ki,” panggilnya lembut. “Kenapa?” tanyaku. Ia tersenyum manis dan menatapku lamaaa banget. “Aini kamu kenapa?” eh malah tambah lebar senyumnya. Dan tiba-tiba ia mendekatkan wajahnya kewajahku dan berbisik,”Aku hari ini ultah. Mau nggak ntar malem kamu dateng kerumah?” Hah? kerumahnya? lagian kenapa mesti spesial banget begini? padahal biasanya dia selalu bersikap manja sama semua orang, nggak cuma sama aku aja. Aku jadi curiga, tapi aku diam saja. “Mau ya?” bujuknya. “Emang ada acara apa sih En?” tanyaku penasaran. Eh dia malah senyum lagi dan malah balik nanya,”Kamu nggak ngasih selamat sama aku?” “Oiya ya,” langsung aja kuulurkan tangan dan kujabat tangan halusnya itu,”Met ulangtahun ya? Moga panjang umur n sehat selalu.” “Udah gitu aja?” tanyanya. Gantian aku yang tertegun,”Maksudnya?” Aini agak cemberut,”Biasanya orang kasih selamat itu cium pipi kiri kanan..” Walah! kepalang tanggung. Selagi tanganku masih menggenggam tangannya, kuangsurkan pipiku ke pipinya kiri kanan. “Kurang,” celetuknya manja.”Emang gimana lagi?” tau-tau dia mengangsurkan bibirnya ke pipiku dan cup, cup. “Kayak gitu tuuh!!” Aku baru ngerti. Terus aku cium pipi kiri kanannya. Baru aja ni bibir kutarik dari pipi kanannya. Dia menoleh dan langsung dipagutnya bibirku. Tangannya langsung dilingkarkan ke leherku. Woow! Dadanya yang super wow itu menempel erat didadaku. Langsung deh tanpa tedeng aling-aling si Joni ambil sikap sempurna. Kita berpagutan, lamaa sekali. Waktu kulepaskan ciumanku, terdengar desahannya manja. Aku tak tahan lagi, kalau tadi dia yang nyerang, sekarang giliranku mendaratkan ciuman ke bibirnya yang tipis. Kembali nafas Aini mengengah, dan dia menyambut ciumanku dengan menjulurkan lidahnya sedikit. Nafas perempuan seksi ini semakin memburu, sehingga begitu aku lepas ciumanku, masih terdengar desahan manjanya. Malah terdengar sedikit erangan erotisnya. Tanganku langsung tidak tinggal diam. Bergerilya, meraba dan mengusap lembut semua bagian tubuhnya, terutama yang sensitif mendatangkan rangsangan. Begitu tanganku mendekat ke dadanya, tiba-tiba Aini menangkap tanganku. “Hayo mau ngapain?” bisiknya dengan suara bergetar karena horny. Aku cuma senyum. Tanganku yang satu lagi membelai pipinya. Aini balas tersenyum, kemudian tanganku yang dipegang diarahkannya menuju ke balik bajunya, langsung ke kancing BH-nya yang kebetulan ada didepan. “Ini untukmu Ki, aku pengen kamu pegang dadaku…” gumamnya sambil berdesah manja. Aku kaget juga, tapi sekaligus tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Langsung saja kubuka kait BH-nya, dan bisa kurasakan betapa dadanya yang super wow itu benar-benar sesuai dengan apa yang kulihat dari luar. Ukurannya mungkin sekitar 36 C, atau malah mungkin D. Perlahan kubelai dan kuremas lembut dadanya. Aini mulai mengerang pelan, takut ketahuan. Tapi begitu tanganku mulai menjepit putingnya pelan, dan kuputar, desahannya mulai terdengar liar,”Ngghhh…ssshhh…kiii.. .sshhh…aahhhh…” aku makin gila. Giliran puting sebelahnya kuputar pelan sambil kujepit dengan jari-jariku. Tapi waktu mau berbuat lebih jauh, Aini melepas pelukannya dan berbisik lirih dengan suara bergetar,”Ki, nanti malem kerumah ya? Kita bisa lebih bebas nanti.” aku mengangguk, mengancingkan behanya, dan kami sempat berciuman sebentar sebelum ia melangkah keatas keruang siaran, dan aku pulang. Wah, ini hari yang paling istimewa! Soalnya jangankan sampai berbuat gitu, wong mendekat sedikit saja dalam mimpi pun aku nggak berani, abis galak sih! Tapi begitu bisa dapet durian macam ini, aku jadi nggak sabar menanti malam tiba. **** Akhirnya apa yang kutunggu-tunggu sudah ada didepan mata. Dengan dandanan ala kadarnya, maklum aku nggak begitu suka dandan, aku menuju ke rumah Aini dengan Sidekick hijauku. Suara knalpot racing yang menderum membuat sebagian orang menoleh, termasuk beberapa pendengar yang emang sengaja datang untuk merayakan ultah penyiar pujaannya. Huh, mengganggu saja! rutukku dalam hati. Tapi biarinlah, yang terakhir kan dapetnya paling banyak, hehehe!! Beberapa pendengar yang udah kenal denganku menyapa, tapi aku hanya menanggapi sambil lalu saja, karena yang kucari adalah sesosok wanita cantik bertubuh sintal yang selalu kubayangkan dalam mimpi-mimpiku. Dan akhirnya bidadari sexy yang kutunggu muncul. Dengan gaun malam hitam yang dilengkapi pernik-pernik berlian, sungguh malam itu Aini menjadi bintang di pestanya, seakan seorang ratu yang hadir untuk dikagumi rakyatnya. Para fans langsung berdecak kagum,”Ooohh…mbak Aini cantik sekali,” suara salah satu pendengar yang juga ngefans sama cewek satu ini muncul disela-sela kerumunan pendengar. Aku yang waktu itu juga berbaur bersama mereka juga terkagum-kagum. Betul-betul ni cewek pinter merawat diri, dan memperlihatkan kecantikannya. Acara demi acara pun berlangsung, sampai tiba saatnya para tamu pun beranjak pulang. Karena sedikit-sedikit ada yang kenal, jadinya aku juga ikut nyalamin para pendengar. Mereka tentu puas sesudah memandangi Aini yang malam ini memang terlihat sangat cantik. Begitu para tamu pulang, aku sebetulnya juga ragu-ragu, apa iya Aini sungguh-sungguh. Kalo dari perlakuannya tadi pagi sih ya keliatannya emang iya. Sebodolah. Yang jelas, begitu aku masuk kedalam rumah, Aini mendekatiku dan berkata,”Tunggu sebentar ya.” Aku cuma mengangguk. Kemudian dia menghilang kekamarnya, dan beberapa saat kemudian terdengar suara dari dalam,” Ki, sini deh.” Aku bergegas masuk kekamarnya. Wah, boleh juga kamar perempuan sintal ini. Nuansa krem meliputi sekeliling ruangan, termasuk karpetnya. AC yang terpasang membuat ruangan jadi sejuk. Belum lagi perangkat stereo set dan TV 29 inch melengkapi kamarnya. Betul-betul kamar elit deh. Tapi yang membuat aku tertarik bukan kamarnya, tapi penghuni kamarnya itu. Kulihat Aini sudah berganti busana. Kali ini dia memakai lingerie tipis transparan sehingga lekuk tubuhnya makin jelas terlihat. Wah udah nggak sabar pengen nerkam aja bawaannya, tapi kutahan dulu. Begitu melihatku, Aini tersenyum simpul trus berdiri,”Gimana, bagus nggak lingerieku?” tanyanya sambil berdiri dan memutar tubuh moleknya. Aku jadi makin tergiur,”Bagus banget, cocok buat tubuhmu.” “Kita buka kado dulu yuk!” katanya, wah, pengennya sih langsung hehehe! Tapi okelah. Jadinya, aku duduk ditepi spring bednya, berhadapan sambil bantuin buka kado. Makin lama makin dekat, karena suasana romantis sudah terbangun dari musik jazz yang dia putar. Lantunan lembut Norah Jones dengan Don’t Know Why makin menambah gairah. Begitu kado habis terbuka, Aini memandangku dengan senyum manisnya. Aku rada salah tingkah. “Aku belum dapet kado dari kamu lho.” ucapnya manja. Aku hanya tersenyum,”Maaf, aku nggak bisa ngasih apa-apa buat hari spesialmu.” Aini memegang tanganku,”Nggak papa. Kamu dateng kesini juga udah lebih dari cukup. Aku memang pengen berdua sama kamu, menikmati malam ini, ngerayain hari ultahku.” Lalu dengan lembut dia mencium pipiku,”Makasih ya Ki.” Aku menoleh kearahnya. Kupandangi dalam-dalam wajah ayunya, dan makin lama makin dekat. Akhirnya bibir kami bertemu. Kupagut lembut bibir tipisnya, sebagai ucapan selamat ulangtahun. Aini mendesah manja, dan tangannya melingkar dileherku. Tubuh kami semakin merapat dan belahan dada yang terbungkus BH dan lingerie itu menempel erat didadaku. Kupeluk tubuhnya, dan semakin kudalamkan ciumanku. Lidah kami saling mencari dan membelit, memagut, seperti ular berbisa, dan makin lama makin erat. Nafas Aini semakin berpacu ketika kulepas pelan-pelan ciumanku. Matanya setengah terpejam,”Met ulangtahun ya,” lalu tanpa memberi kesempatan menjawab, kulabuhkan ciumanku kelehernya yang jenjang dan putih. Aini mulai menggeliat, dan mulai terdengar erangannya,”Ahhh…engghhhh… ” Terus kutelusuri lehernya yang mulus dengan lidahku, membuatnya makin kegelian. Sengaja aku belum menggerilyakan tanganku. Tapi Aini sudah mulai on dan nggak sabar. Tangannya yang melingkar dileherku sekarang mulai mengusap punggungku. Puas bermain dilehernya, kembali kutautkan ciumanku ke bibirnya. Kali ini tanganku mulai ikut bermain. Kuusap punggungnya pelan, lembut, dan semakin bergerak kedepan lalu singgah didadanya. Dengan penuh perasaan, kuusap lembut buah dadanya sebelah kiri dan sedikit kuremas. Nafas Aini makin memburu dan ia melepas ciumanku dengan deru nafas yang makin horny. Tangannya yang lentik mulai membuka kancing kemejaku satu persatu. Kubiarkan ia melakukan aksinya, sementara ciumanku mulai mendarat diatas dadanya. Sambil kuusap dengan mulutku, kubuatkan sedikit cupang merah didadanya. Aini makin mendesah dan erangannya mulai agak keras. Kemejaku sudah lepas sehingga aku bertelanjang dada. Tidak mau kalah, giliran tanganku menyusup kebalik lingerie Aini, dan kuraba buah dada kirinya. Kubuka kait BH dibelakangnya, dan penutup keindahan dada besar itupun terlepas. Aini langsung berdiri, melepaskan lingerie dan BHnya, kemudian langsung menurunkan celana dalamnya sehingga iapun telanjang. Aku memandangi lekuk tubuhnya yang indah. Pinggang ramping, pinggul besar, dada membulat kenyal. Ia berbisik lirih penuh keromantisan,”Malam ini aku milikmu Ki.” Satu persatu kulepas pula semua yang menutup tubuhku, dan akupun berdiri mendekatinya, kemudian memeluknya dan kembali bibir kami bertaut. Hanya saja kali ini agak sedikit lebih kasar. Tanganku mulai memutar-mutar puting susunya yang kenyal, dan Aini mulai mengerang-erang, mengekspresikan birahi yang makin tinggi. Ciumanku lalu berpindah ke dadanya, mengulum buah ranum itu sambil mengisap dengan keras. Erangannya makin jelas terdengar,”Ngghhh….sshhhhh.. .ahhhh….” dan tanganku mulai bergerak kebawah, menuju labianya yang merekah. Ketika kusentuh, Aini mendesah tertahan,”Ssshh…Kiiii….ahh hh…hhhh” Makin dalam kusentuh, makin kuat erangannya. Ia kudorong sehingga terduduk ditempat tidur dan kemudian ia membaringkan dirinya diatas peraduan. Aku memandang wajah sayu menawan itu dengan deru nafas memburu. Langsung aku berbaring disebelahnya, dan kuusap lagi kewanitaannya yang sudah mulai membanjir. Mulutku kembali bertualang disekitar dadanya. Aini tidak tinggal diam. Tangannya mencari kelelakianku dan mulai memain-mainkannya. Aku bangun secara tiba-tiba sehingga dia berhenti beraksi diatas kelelakianku, lalu kubuka kedua pahanya hingga memperlihatkan kewanitaannya. Aini mengerti apa yang mau aku lakukan. Tangannya memegang kepalaku dan mengarahkannya untuk memberi sentuhan hangat di kewanitaannya,”Lakukan apa yang kamu suka Ki, aku milikmu, benar-benar milikmu…sshhh…enngghhh” tak sempat dia melanjutkan perkataannya karena lidahku sudah keburu masuk di sela kewanitaannya. Kusapu semua bagian labianya, mengisap-isap dan kugigit kecil bagian yang mirip kacang itu, dan belum begitu lama, tiba-tiba Aini mengerang keras dan tubuhnya terangkat,”Aaaa…hhhhh” dan kemudian kewanitaannya terasa makin basah. Aku tidak peduli, dan terus melabuhkan lidahku kesana, sehingga rasa geli gatal yang menyerang Aini makin menjadi. Makin banyak cairan yang keluar dari kewanitaannya dan kemudian Aini membantingkan diri di ranjang dan mulai menggeliat-geliat dengan paha menjepit kepalaku. Kemudian kulepaskan diriku dari jepitannya, dan mulai mengarahkan tongkat nakhoda ke kapal yang hendak kulabuhi. Karena sudah licin, mudah saja tongkat itu berlabuh, sreett,”Ssshhh…aaahhh…” kemudian mulailah pelayaran itu dimulai. Kukendalikan irama tubuhku senada dengan Aini. Perempuan itu mulai mendesah-desah, mengerang, menjerit kecil sambil tubuhnya menggeliat-geliat dibawah tubuhku, makin lama makin cepat, tapi aku sengaja tidak mempercepat gerakanku sehingga ia makin liar. Kali ini erangannya sangat kuat, dan sangat menggairahkan. Baru beberapa menit, tiba-tiba Aini menghentikan gerakannya,”Ki, aku mau melayanimu diatas. Boleh ya?” desahnya manja. Lalu dia berbalik dan mulai menari diatas tubuhku. Erangannya lebih keras dari yang tadi. Ia terus mempertontonkan gerakan-gerakan yang indah, dan kedua bukit kembarnya bergoyang sexy. Sebuah kupegang dan kuremas-remas, sedangkan sebuah lagi kuhisap dengan keras, dan akhirnya sebuah teriakan kecil dan panjang keluar dari tenggorokannya,”Aaaaaahhhhhh.. .ahhhh..ahh…ah….” lalu kubalik tubuhnya sehingga kembali ia dibawah, lalu aku teruskan pelayaranku sehingga akhirnya mencapai puncak. Keluarlah semua kerinduanku akan pelukannya, sangat banyak. Aini sendiri begitu merasakan kehangatan didalam kewanitaannya hanya bisa mendesah manja, pasrah, penuh penyerahan diantaranya nafasnya yang memburu. Tubuh kami bermandikan keringat, meski ruangan itu sejuk dengan AC. Sambil mengengah, Aini memandangku dan berkata,”Makasih ya Ki, ini kado paling spesial yang pernah aku terima.” Lalu dia mengecup bibirku yang berbaring disampingnya. Kami berdua lalu berbagi cerita sambil berpelukan, dan akhirnya terlelap berdekapan. Ah, Aini…